HOME

Sunday, April 10, 2011

Pakar Arsitektur Kritik Gedung Baru DPR

Sonya Helen Sinombor | Aloysius Gonsaga Angi Ebo | Minggu, 10 April 2011 | 16:52 WIB

SEMARANG, KOMPAS.com — Rencana DPR untuk meneruskan pembangunan gedung baru DPR terus menuai kritik dari berbagai kalangan. Bahkan, pernyataan Ketua DPR Marzuki Alie langsung ditanggapi sejumlah pakar di Kota Semarang. Marzuki Alie sebelumnya menyatakan bahwa rakyat biasa jangan diajak membahas pembangunan gedung baru. Hanya orang-orang elite, orang-orang pintar, yang bisa diajak membicarakan masalah itu.
Kalau Pak Marzuki menyatakan hanya orang-orang pintar yang bisa diajak membicarakan masalah ini, maka kami akan bicara.
-- Prof Ir Eko Budihardjo Mantan Ketua Forum Rektor Indonesia yang juga mantan Rektor Undip Semarang, Prof Ir Eko Budihardjo, Minggu (10/4/2011) di Semarang, Jawa Tengah, menyambut pernyataan politisi Partai Demokrat tersebut. "Kalau Pak Marzuki menyatakan hanya orang-orang pintar yang bisa diajak membicarakan masalah ini, maka kami akan bicara," ujar Eko.
Selain Eko, hadir juga sejumlah pakar dari Undip Semarang, seperti Prof Dr Ir Sugiono Soetomo (Ketua Program Doktor Teknik Arsitektur dan Perkotaan Undip), Prof Ir Totok Roesmanto (Ketua Program Magister Teknik Arsitektur Undip), Dr Ir Bambang Setioko (dosen Fakultas Teknik Undip), Dr Ir Adi Nugroho (dosen komunikasi Undip), dan sejumlah anggota Badan Eksekutif Mahasiswa Undip. Mereka menyayangkan pernyataan Marzuki Alie yang dinilai menyakiti hati rakyat.
Atas pernyataan Marzuki, Eko bersama beberapa pakar arsitektur di Semarang pun mengkritik pembangunan gedung baru DPR yang dinilai sangat mewah sehingga menelan biaya triliunan rupiah.
"Kami ingin menyentuh nurani wakil rakyat dan mengusulkan rencana pembangunan gedung baru agar ditinjau ulang, diprogram kembali, didesain kembali sesuai hukum yang berlaku secara demokratis dan lebih terbuka," ujar Eko.
Adapun Prof Dr Ir Sugiono Soetomo menegaskan, pihaknya tidak melarang DPR untuk membangun gedung jika gedung DPR yang ada sekarang ini sudah tidak layak. Namun, sebaiknya pembangunan gedung baru DPR tidak harus seperti yang dilakukan saat ini.
Bambang Setioko pun memberi tanggapan atas hal itu. "DPR secara tidak sadar sedang membangun antidemokrasi, yang tidak mempertimbangkan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya di sekitarnya," ujarnya.
Sementara itu, Adi Nugroho dan Totok Roesmanto menilai seharusnya jika gedung tersebut merupakan rumah aspirasi rakyat, maka DPR seharusnya membangun gedung yang desainnya menyatu dengan rakyat, bukan meniru model gedung dari luar. Hal ini perlu diperhatikan mengingat pembangunan gedung baru mengurangi ruang hijau publik di Jakarta.


No comments:

Post a Comment